Senin, 12 Januari 2015

Ulasan Antologi Puisi "Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia"



Judul Buku       : Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia
Pengarang        : 51 Penyair Pilihan
Tahun Terbit    : 2012
Oleh                : Qismatun Nihayah

Kemerdekaan. Itulah yang diagung-agungkan para pejabat negara. Iya. Indonesia telah merdeka sejak 69 tahun yang lalu. Bebas dari penjajahan bangsa lain. Rakyat indonesia telah mampu tersenyum, harusnya. Tapi apakah kemerdekaan tersebut sudah dirasakan seluruh rakyat indonesia? Kurasa seluruh lapisan di negeri nan indah ini telah mengetahui jawabannya. Tapi pernahkah mereka menengok saudara-saudaranya yang peluh dengan kemiskinan. Kita perlu prihatin. Mereka hanya berbicara seolah kita harus maju. Tapi kenyataannya mereka mengabaikan generasi yang akan membela tanah air seterusnya. Mereka biarkan rakyat kecil menangis, mengiba, kelaparan, sengsara. Itulah kiranya gambaran negeri kita ini. Negeri Indonesia.
Dalam buku antologi puisi “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia” yang di dalamya berisi coretan pena oleh 51 penyair pilihan berisi kritik sosial. Membaca buku tersebut membawa kita seakan dekat dengan berbagai kehidupan yang ada di negeri ini. Di dalamnya berisi kisah sehari-hari yang dirangkai dalam kata-kata berbentuk puisi. Tentu di dalamnya menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia. Sebagai salah satu potret rakyat kecil yang ada di negeri ini juga dituliskan dalam puisi di dalam buku tersebut. Seperti dalam puisi “Doa Orang Miskin’’ karya Abah Yoyok. Di dalamnya menggambarkan betapa sabarnya orang miskin menghadapi hidup tanpa diperhatikan penguasa yang saling berkhianat. Mereka yang semakin terpuruk hanya mampu berdoa agar mampu melawan orang-orang berkuasa yang tak tahu diri di negeri ini. Di buku tersebut juga menguraikan keadilan yang begitu aneh dirasakan oleh masyarakat. Penyair Endang Werdiningsih menyairkannya dalam puisi “Tragedi Sandal Jepit”. Ia mengutarakan tentang hukuman lima tahun bagi anak kecil yang mencuri sandal jepit. Sedangkan pencuri-pencuri di bangku terhormat sedikit disepelekan kasusnya.
Jika memahami lebih dalam negeri ini, memang banyak permasalahan sosial yang masih belum terselesaikan. Bahkan sangking kebalnya, masalah itu semakin membudaya. Dari permasalahan politik yang berkuasa hingga rakyat kecil. Dalam buku puisi “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia” banyak sekali puisi yang menyinggung tentang penguasa di negeri ini. Diantaranya: DPO Koruptor, Kerudung, Beri Aku Lupa, Kemana Kau Bawa Negeri Ini, Perihal Janji, Interupsi, Kepada Wakil Rakyat, dan masih banyak lagi. Dalam puisi “Perihal Janji” Boedi Ismanto S.A menyinggung para pejabat negeri yang suka mengumbar janji dan akan ingkar setelah mereka berkuasa. Di dalam buku tersebut juga menyinggung zaman yang semakin rusak dengan generasi yang tak tahu diri. Seperti dalam puisi “Isyarat” karya Abah Yoyok. Dalam puisi tersebut menjelaskan bahwa kaum muda sekarang yang semakin rusak. Kaum muda zaman sekarang tidak asing lagi dengan alkohol, ganja, dan barang haram lainnya. Bahkan mereka akrab dengan barang-barang tersebut. Tepat pada bait terakhirnya, Abah Yoyok menegaskan.
Dinding  hari menyempit
Kembang melati bau mayit
Akan runtuh sebuah generasi
Sebentar lagi
Herman Syahara menuliskan puisi “Penyair Mati Di Layar Televisi”. Di dalamnya seakan penyair menuangkan curahan hatinya, bahwa penyair telah tak dianggap di masyarakat. Bahkan di televisi hanya membutuhkan sensasi. Bukan karya, bahkan bukan puisi yang mungkin bagi mereka kurang trendi. Tapi itulah yang selama ini digemari. Penyair seakan telah mati di televisi. Puisi “Keping Deritadari Aspar Paturusi juga tidak kalah indahnya. Di dalamnya ia memaparkan zaman sekarang memang penuh kedzaliman. Kita telah merdeka. Tapi siapa sangka kita harus lebih waspada. Jika dahulu perang adalah hal yang menakutkan, di masa kini manusia-manusia bertopeng yang diam-diam berkhianat tak kalah seram. Mereka perlahan-lahan menghancurkan negara.
Di dalam buku antologi puisi “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia” yang paling menarik adalah puisi karya Handrawan Nadesul yang berjudul “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia”. Di dalamnya berisi ketabahan para rakyat kecil yang selalu dibohongi para pejabat. Sedangkan pejabat seperti lupa, bahkan tak melihat rakyatnya. Berikut cuplikan puisinya
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Masih gigih berjalan kendati kehilangan mendapat cukup makan cukup pangan
Tak ada dendam yang berjasa terabaikan yang mengabdi tersingkirkan
Tersaruk-saruk atlet veteran menjual medali buat makan
Hujan batu di negeri orang karena emas di negeri sendiri tak memberi pekerjaan
Masih tekun menanti kapan di stasiun tempat bisa hidup pantas akan tiba
Kalau mereka masih bertanya tak berkata-kata
Karena teramat mencintai republik sepermai ini

Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Masih tersenyum padahal sudah lapar sekali
Masih terdiam padalah sudah perih sekali
Masih menerima padahal sudah  pilu sekali
Masih bertahan padahal sudah payah sekali
Belum menangis dari jatuh-bangun berkali-kali
Dibohongi berulaang-ulang kali
Mereka kuat karena merasa hidup memang harus begini
Atau barangkali karena niscaya Gusti ora sare.
Handrawan Nadesul menggambarkan dengan jelas kehidupaan negeri ini di puisinya. Ia menceritakan rakyat kecil yang hanya diam melihat perlakuan penguasa yang semena-mena. Pejabat yang hanya terdiam melihat fenomena hidup rakyatnya yang terseok-seok, bahkan mungkin mereka menikmatinya. Dalam puisi yang berjudul “Garudaku Mengeram Peradaban”, M. Enthieh Mudakir juga mengungkapkan hal yang sama seperti yang diungkapkan oleh Handrawan Nadesul dalam puisinya “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia”.
Handrawan Nadesul juga mengungkap gejolak rakyat Indonesia dalam puisinya yang berjudul “Jangan Tunggu Rakyat Kehabisan Diam”. Di dalam puisi tersebut Handrawan Nadesul seakan mengungkapkan pesan bahwa jangan salahkan rakyat jika suatu saat memberontak, karena sang penguasa negeri sudah lupa diri dan ingkar janji. Rakyat yang menjadi tanggung jawab mereka pun diabaikan.
Dalam buku antologi puisi “Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia” memang di dalamnya lebih banyak berisi puisi yang menyinggung tentang penguasa negeri. Mungkin itu memang menjadi fenomena utama yang menarik disinggung oleh para penyair. Namun di dalam buku tersebut masih ada banyak puisi menarik yang menyinggung masalah sosial dalam negeri kita, Indonesia. Diantaranya puisi mengenai kehidupan rakyat kecil, dari kemiskinan, mata pencaharian, pendidikan, kehidupan anak jalanan, juga mengenai batin para penyair, dan masih ada banyak lagi. Buku tersebut memang diciptakan atas dasar antusias para penyair akan keadaan dan situasi masyarakat Indonesia sekarang ini. Buku ini adalah bentuk kebanggan para penyair atas tumpah darah terhadap tanah air Indonesia, juga memuat pesan agar Indonesia tidak terbelenggu jiwanya, dan bisa berubah lebih maju dari keadaan sekarang.

Minggu, 11 Januari 2015

Ulasan Kumpulan Cerpen "Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan"



Judul Buku          : Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan
Nama Pengarang   : Eidelweis Almira
Tahun Terbit        : 2011
Oleh                  : Qismatun Nihayah

         
Dalam buku kumpulan cerpen “Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan”, mengisahkan beberapa kisah tentang arti sosok Ayah yang tersembunyi dalam kehidupan anak-anaknya. Eidelweis Almira mengisahkan tentang kebesaran hati dari sosok Ayah. Tanpa kita sadari, sebenarnya sosok Ayah sangat berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Terkadang, kita lebih sopan terhadap Ibu dibanding Ayah atau lebih menuruti perkataan  Ibu dibanding perkataan Ayah. Alasannya, karena pada umumnya sosok Ayah hanya berkehendak sesuka hatinya tanpa mendengarkan keinginan anaknya, sosok Ayah yang pada umumnya mendidik anaknya dengan keras, sosok Ayah yang sering di takuti karena mudah marah saat anak melakukan kesalahan. Justru, sosok Ayah yang sudah disebutkan diatas, adalah sosok Ayah yang sangat berpengaruh penting terhadap kehidupan kita.
Dalam buku tersebut terdapat banyak kisah inspiratif yang ditokohi oleh sosok Ayah. Pada judul cerpen pertama pada buku tersebut menceritakan kisah yang sangat menentuh, yakni berjudul “Titip Rindu Ayah”. Dalam cerpen tersebut menceritkan seorang Ayah tak akan begitu nampak cintanya. Ia selalu menyembunyikan cintanya di balik kelembutan Ibu. Rindunya senantiasa terpendam di balik ketegasannya. Kasihnya akan terlihat setelah ia tiada. Pesannya akan tersimpan saat kita mengenang kalimat-kalimat pedasnya untuk kita, anak yang selalu ingin dijaga dan diayominya. Sayangnya begitu sejati di balik kekerasannya, mendidik, menjadikan anak-anaknya manusia yang bisa berarti, berguna.

Dalam salah satu cerpennya, Eidelweis Almira menceritakan bahwa sosok Ayah selalu bijak dalam memberi pengajaran kepada anaknya. Kebiasaan sang Ayah yang selalu mengajarkan dan menjelaskan kepada anaknya tentang kehidupan yang baik. Hal ini dituliskan oleh Eidelweis Almira cerpennya yang berjudul “Ayah, Aku Sudah Capek”
“Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam berbuat baik, butuh kesabaran dalam kejujuran, butuh kesabaran dalam kebaikan agar kita mendapatkan kemenangan.” (Almira, 2011:82)

Sang Ayah mengajarkan kepada anaknya bahwa kesabaran adalah jalan untuk mencapai keberhasilan. Dalam cerpen tersebut seorang Ayah juga mengajarkan kepada anaknya untuk hidup mandiri. Bukan karena Ayah tak mau lagi membantunya, tapi agar kelak anak tersebut dapat menjalani hidup dengan mandiri jika orang tua tak dapat lagi mendampinginya. Di situ diceritakan sang Ayah mengajarkan mandiri kepada anaknya agar anaknya mampu bertahan saat sang Ayah tak lagi bisa mendampinginya.
“Aku tahu, oleh karena itu ada Ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat, begitu pula hidup, ada Ayah dan Ibu yang selalu berada di sampingmu agara saat kau jatuh kami bisa mengangkatmu, tapi ingatlah anakku, Ayah dan Ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain”. (Almira, 2011:83)

Dalam buku tersebut Eidelweis Almira juga menceritakan kisah yang sangat menyentuh dari seorang Ayah. Ia menceritakan cara mendidik seorang Ayah kepada anaknya dengan menghukum dirinya sendiri atas kesalahan anaknya, karena dia merasa kurang dan salah dalam mendidik anaknya. Si anak berbohong kepada ayahnya, dan sang ayah mengetahui kebohongan itu. Lalu sang Ayah merasa dirinya sudah salah mendidik si anak, bukannya sang ayah menghukum anaknya, tapi sang ayah menghukum dirinya sendiri karena kesalahan anaknya.
Tapi pengorbanan seorang Ayah yang begitu besar terkadang tidak dihargai oleh anaknya. Padahal Ayah rela menderita asalkan anaknya bahagia. Sang Ayah hanya terdiam padahal ia merasa sangat kesakitan. Ia lakukan itu semua hanya untuk kebahagiaan seorang anak. Sosok Ayah yang tidak ingin membagi penderitaan kepada anaknya, karena itu sang Ayah mengajarkan kehidupan yang keras untuk anaknya agar anaknya selalu kuat dalam menjalani hidup. Semua Ayah di dunia ini pasti mempunyai alasan terbaik disetiap perlakuannya terhadap anak-anaknya, semata-mata hanya untuk mendidik anaknya agar dapat melalui hidup ini dengan sukses.
“Sosok seorang Ayah sering terlupakan perannya dibalik perhatian Ibu. Ayah tetaplah pelindung utama anak-anaknya”. Kalimat tersebut adalah salah satu dari beberapa kalimat mutiara tentang sosok Ayah yang tersurat dalam kumpulan cerpen “Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan” oleh Eidelweis Almira. Eidelweis Amira mengemas kumpulan cerita pendek tersebut dengan menarik, sehingga mampu menyampaikan pesan atas rasa kasih seorang Ayah kepada anaknya. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari cerita-cerita pendek dalma buku tersebut. Juga memberikan pengajaran kepada kita jangan sekali-kali mengabaikan pengorbanan Ayah. Sesungguhnya dibalik didikan kerasnya dari seorang Ayah, seorang Ayah hanya menginginkan kebahagian untuk anak-anaknya.

Ulasan Antologi Puisi "Perjalananku"


Judul Buku        : Perjalananku
Nama Pengarang   : Muh. Sutrisno
Tahun Terbit      : 2008
Oleh              : Qismatun Nihayah

Buku antologi puisi karya Muh. Sutrisno berisi puisi campuran. Tidak terikat tema. Di dalamnya berisi rekaman coretan-coretan tangan Muh. Sutrisno semenjak ia mulai masuk Diploma II Bahasa dan Seni,Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Udayana di Singaraja pada tahun 1986 sampai ia mengajar di SMP Negeri 2 Gerokgak di Sumberkima. Coretan itu tidak lebih hanya sebagai awal ketertarikan pengarang pada dunia sastra-khususnya puisi- karena jauh sebelum kuliah ,ia tidak tertarik pada dunia sastra. Di dalamnya  juga ada beberapa hasil beberapa coretan siswa ketika siswa mendapat tugas menulis puisi.
Dalam buku antologi puisi  “Perjalananku” tersebut berisi puisi-puisi menarik yang di dasarkan pada kehidupan sang penyair. Dalam puisinya yang berjudul perjalanan ia gambarkan seorang Dalam puisinya yang berjudul “Perjalanan” ia gambarkan seorang yang sedang pergi meninggalkan suatu tempat dengan pengharapan akan berjumpa lagi. Dalam puisi lainnya yang berjudul “Keraguan” ia menggambarkan seorang yang bimbang. Ia tengah mengalami suatu kebimbangan dan keragu-raguan dalam mencari suatu kebenaran.
Muh. Sutrisno juga menuliskan puisi tentang datangnya cinta, begitu damai, seperti cahaya yang baru bersinar. Ia menuangkannya dalm puisinya yang berjudul “Seberkas Sinar”.  Dalam puisinya yang berjudul “Jalan Simpang”, ia menjelaskan bahwa dalam hidup ini akan ada banyak pilihan yang bakal kita temui. Kita berada di tengahnya. Tak bisa berbuat apa-apa kecuali memilihnya dengan jeli agar tak terjerumus pada pilihan yang salah, dan mengakibatkan kitamasuk pada jurang kehancuran. Penyair juga menuangkan isi hatinya tentang keinginannya menjadi anak kecil yang bermain tanpa beban, tapiia sadar bahwa itu bukan dunianya,dan bertingkah seperti itu tidak akan membuka jendela dunianya. Puisi tersebut ia tuangkan dalam judul “Bukan Duniamu”.
Di dalam buku tersebut jugaberisi puisi keagamaan, seperti ini cuplikannya.
Tinggal kita pikirkan sejenak
mampukah kita menelanjangi diri
menjauhkan semua pakaian
bulat- dan bulat tubuh kita : Serahkan padaNya
Tinggal kita pikirkan,
Ya!
Dalam puisi tersebut, penyair ingin menyampaikan bahwakita perluberserah diripada Tuhan. Dalam keadaan apapun kita harus mengingat Tuhan. Tidak hanya menikmatihidup denga berfoya-foya.
Muh. Sutrisno juga menyajikan puisi kebangsaan. Di dalamnya ia menaruh rasa kebanggan yang mendalam terhadap Republik Indonesia.
Satu kesaktianmu Indonesia
Cobaan demi cobaan menghadang
menerjang menggoyahkan kedamaian
Namun,
cengkrammu kuat pada pendirian ;
Inilah kami, bumi pancasila
Rasa bangganya terhadap negeri yang akan kuat pada pendirian yakni Pancasila, dan akan tetap satu dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Muh.Sutrisno jugamenuliskan puisi ke-Tuhanan yang isinya dalam Tuhan akan selalu mengisi hati kita dalam keadaan apapun, MengingatNya akan tercipta ketentraman hati.
Di dalam buku tersebut juga berisi coretan pena para siswanya Muh.Sutrisno. Diantaranya, Terbenamlah Sang Surya, Air Terjun, Penari Baliku, dan Senja Kala. Buku antologi puisi “Perjalananku” sangat menarik. Dengan tema bebas,  di dalamnya berisi puisi penuh warna. Ada puisi asmara, alam, ke-Tuhanan, kebangsaan, dan masih banyak lagi. Membaca puisi ini dapat membuka cakrawala kita tentang indahnya puisi.
Untuk antologi puisinya klik di sini

SINOPSIS NOVEL SEJINGGA UNGU



Nama Pengarang      : Nikensari S.
Oleh                : Qismatun Nihayah


Fara Silviana Adriyan adalah anak angkat dari pengusaha sukses, yakni Fery Adriyan. Ia sangat beruntung diangkat oleh keluarga yang lengkap dan sangat menyayanginya. Ia mempunyai seorang adik yakni anak kandung dari orang tua angkatnya yakni Sarah. Mereka berdua  sangat berbeda. Fara mempunyai kulit dan rambut seperti orana Eropa, yakni kulit putih dan rambut sedikit pirang. Sedangkan Sarah  lebih berdominan seperti orang Asia. Dalam hal bakat mereka juga berbeda, Sarah pandai dalam hal eksak dan olahraga, sedangkan dalam hal itu Fara sangat kacau. Ia tidak suka olahraga, juga tidak pandai dalam eksak ia lebih pandai dalam hal seni, seperti bernyanyi, bermain piano, mengarang puisi serta melukis.
Fara, wanita pecinta warna ungu ini mempunyai kekasih bernama Irza Syahreza. Ia juga mempunyai seorang sahabat yang selalu bersamanya, yakni Cika. Fara memiliki sebuah galeri lukisan yang ia kelola bersama Irza dan Cika yang akhir-akhir ini sepi, jadi mereka berencana akan membangun sebuah butik. Karena Fara memang ahli dalam mendesain baju,mereka pikir jika mereka pikir cocok jika mereka mengelola sebuah butik. Akhirnya mereka membangun sebuah butik bernama “CHIRFA BOUTIQUE”  singkatan dari nama mereka “Chika, Irza, dan Fara”.
Semakin hari, Fara dan Irza semakin mengerti dan memahami apa arti kebersamaan yang mereka jalani. Mereka semakin yakin untuk membina hubungan yang lebih serius yakni pernikahan adalah tujuan mereka. Bahkan Irza telah melamarnya meski belum melamar secara langsung kepada orang tua Fara. Sementara Fara sudah menemukan seorang yang cocok menjadi pendamping hidupnya, Sarah masih menunggu dan mencintai

 seorang pria teman Sekolah Menengah Atas (SMA) nya dahulu. Karena sampai sekarang ia menyesal karena belum sempat mengungkapkan perasaanya kepada Reza, tapi mereka telah terpisah karena Reza telah pindah.
Saat ini Sarah sedang menyelesaikan studinya di Australia. Meski terpisah dengan Fara, ia masih sering mengirim email kepada Fara hanya sekadar mengungkapkan isi hatinya tentang Reza, padahal kenangan tentang Reza sudah sangat lama berlalu. Fara prihatin kepada adiknya yang sampai sekarang masih dirundung kesedihan karena penantiannya terhadap Reza. Yang membuat Fara risau adalah kesehatan adiknya yang saat ini menderita penyakit jantung. Ia tahu kesedihan adiknya menannti Reza dapat memperburuk keadaan adiknya. Fara terus mencari tahu tentang Reza. Ia berharap dapat mempersatukan mereka. Karena ia yakin dengan itu adiknya bisa kembali ceria dan tentunya akan membantu mempercepat kesembuhan adiknya.
Setelah Fara menemukan bukti tentang Reza, ia tercengang. Ia kaget. Ternyata Reza yang selama ini ia cari adalah Irza Syahreza, kekasihnya. Ia bahagia telah menemukan orang yang dapat membuat senyum ceria adiknya kembali. Namun ia tambah risau, itu berarti ia harus melepas kekasihnya untuk adiknya sendiri. Akhirnya pada suatu malam ia mengajak Irza bertemu.
“Aku ingin membatalkan pernikahan kita,” ujarnya dengan suara berat.
“Fara, kau bercanda kan?”
“Sarah itu adikku, dan aku baru mengetahui semua itu kemarin.” katanya berusaha tegar.
“Ini mustahil. Percayalah Far, dulu kami taka ada hubungan apa-apa, kami sebatas teman.”
“Tapi ia mencintaimu sejak pertama kali bertemu denganmu di SMA, dan ia tetap menunggumu meski sudah berada empat tahun di Australia. Sarah membutuhkanmu, kembalilah kepadanya,” pintanya sungguh-sungguh
“Aku tidak bisa Far,” tolaknya
“Irza, dengarkan aku, Sarah adalah adikku. Ia sekarang akit jantung dan sangat mengharapkan kau ada di sisinya. Jadi, sekarang apakah kau masih akan tetap egois dengan meninggalkannya di saat ia sakit seperti ini? Bahagiakan Sarah. Kumohon” pintanya sekali lagi.
Dalam kebisuan Irza mengangguk pelan.
Akhirnya mereka disatukan oleh Fara, meski Fara sakit melihatnya. Setelah kejadian itu Fara memutuskan untuk mencari ketenangan, karena ia belum siap melihat adiknya bersama mantan kekasihnya. Ia memutuskan untuk kembali ke panti dimana ia dibesarkan, yakni di Bandung. Ia mengajak Rifki, teman semasa ia kecil di panti. Rifki juga bernasib sama seperti Fara. Ia diangkat oleh kelarga yang kaya dan sukses. Sekarang ia telah menkjadi dokter. Semasa di Bandung, Fara mendapat pencerahan yang tidak ia dapatkan selama di Jakarta. Ia lebih  banyak belajar agama di sana. Ia belajar banyak dari Rifki. Hari-harinya ia lalui bersama Rifki dan anak-anak panti. Meski penuh dengan kesedehanaan namun merasa jauh mendapat ketenangan dibanding dahulu saat ia di Jakarta. Lambat laun tanpa ia sadari, ia telah mencintai Rifki.
Saat ulang ke-22 nya, ia diminta ibunya untuk merayakan ulan tahun di Jakarta. Jauh dari bayangannya. Malam itu ia tidak merasa bahagia. Ia kesal, karena sahabatnya, Cika memberitahunya bahwa ia baru saja berpacaran bersama Rifki. Ia kesal. Ia kira selama ini perhatian Rifki terhadapnya adalah bukti rasa cinta terhadapnya.
Paginya Rifki dan Cika datang ke rumah Fara. Namun karena Fara masih kesal terhadap mereka, ia sengaja tidak mau menemui mereka berdua. Padahal ada suatu hal penting yang ingin diungkapkan oleh Rifki. Malamnya ia mendapat telpon dari Cika bahwa Rifki kecelakan. Fara gugup, ia sedih. Sesampainya di rumah sakit, Cika menceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya, hubungan ia dengan Rifki adalah palsu. Rifki hanya ingin mengetahui perasaan Fara yang sebenarnya dengan berpura-pura berpacaran dengan Cika. Maksud kedatangan Rifki dan Cika kerumah Fara adalah ingin menyatakan perasaan Rifki yang sebenarnya terhadap Fara, namun Fara menolak menemuinya. Fara menyesal setelah mendengar pernyataan itu.
Fara menunggu dengan setia kesembuhan Rifki. Ia merawat Rifki dengan sabar semasa koma. Empat bulan kemudian Rifki tersadar. Akhirnya Fara merasa pengorbanannya selama ini tidak sia-sia. Setelah Rifki sembuh total, mereka langsung merencanakan untuk menikah. Setelah persiapan yang matang, akhirnya mereka melaksanakan pernikahan megah dengan bertemakan warna ungu. Fara dan Rifki terlihat sangat bahagia.