Rabu, 05 November 2014

SINOPSIS NOVEL KUBAH


Karya Ahmad Tohari
Oleh Qismatun Nihayah

Di  sebuah desa terpencil, namanya desa Pegaten. Di desa yang terpencil itu Karman merasa sangat malu, ia merasa seperti semua orang yang berlalu lalang melihatnya dengan tatapan sinis. Memang sulit melupakan sejarah, apalagi ia pernah melukai hati masyarakat Pegaten. Karman memang sedikit senang karena ia telah dibebaskan dari tahanan politik setelah dua belas tahun lamanya ia ditahan. Namun ia tak  tahu lagi harus pulang ke mana. Dahulu memang ia mempunyai istri dan tiga orang anak yang ditinggalkannya. Namun  istrinya telah memutuskan untuk menikah dengan lelaki lain. Bukan karena istrinya tidak setia, namun istrinya juga terpaksa memilih untuk menikah lagi setelah lima tahun bertahan menghidupi keluarganya tanpa sosok suami. Istrinya merasa sudah tak mampu lagi membiayai biaya kehidupanya dan juga menyekolahkan ketiga anaknya. Apalagi ia juga didesak saudara-saudaranya untuk menikah lagi dan saudara-saudaranya juga sudah tidak mampu membantunya lagi. Dengan sangat berat hati ia menulis surat untuk meminta izin kepada Karman untuk menikah  lagi. Hati Karman sangat terguncang saat menerima surat Marni, semangat hidupnya nyaris runtuh. Ia tak mau makan, tubuhnya kurus kering. Namun akhirnya ia sadar jika ia terus begitu maka ia akan menghancurkan dirinya sendiri.
Karman muda adalah seorang yang baik, rajin, juga taat pada agama. Ia mencintai seorang gadis bernama Rifah, anak seorang haji kaya raya, yakni Haji Bakir. Sewaktu kecil sampai Karman remaja, ia bekerja di rumah Haji bakir juga menjadi teman main Rifah. Seiring berjalannya waktu tidak disadari bahwa ia mencintai Rifah. Namun sayang ia terlambat. Rifah telah dipersunting oleh Abdul Rahman. Ia sangat kecewa kepada Haji Bakir karena telah menolak lamarannya. Juga datangnya Margo dan Triman yang memprovokasi Karman bahwa Haji Bakir memang jahat, karena lebih memilih Abdul Rahman yang juga keturunan dari orang kaya yang setara dengan Rifah. Karman semakin membenci Haji Bakir. Inilah titik awal Karman terpengaruh oleh ajaran Margo dan Triman. Ia yang dulunya taat pada agama dan sering beribadah dimasjidnya Haji Bakir menjadi tak mau lagi beribadah di masjid itu. Ia lebih memilih ke masjid lain. Lama kelamaan ia meninggalkan perintah agamanya. Ia telah masuk dalam anggota partai komunis. Menurut pamahamannya bahwa kemiskinan rakyat disebabkan oleh sistem kemasyarakatan yang tidak adil, karena miskin mereka jadi bodoh dan lemah. Selanjutnya, kebodohan kembali melahirkan kemiskinan. Dengan demikian, kemiskinan, kebodohan serata kelemahan telah membentuk rantai tertutup sehingga terjadilah lingkaran setanyang tidak bisa lagi dilihat ujung pangkalnya, dan kelas penindas menggunakan agama sebagai candu untuk meninabobokkan orang-orang tertindas agar terlena dan tidak menuntut hak-hak sosial mereka. Karman juga sampai pernah menghancurkan bambu  tempat air untuk orang-orang berwudlu. Karman sudah sangat menjadi pengikut Margo dan Triman. Ia jadi sangat dibenci masyarakat. Namun istrinya, Marni yang taat pada agama tak pernah mempermasalahkan karman yang sudah tidak pernah beribadah. Mereka tetap hidup bahagia bersama.
Saat orang-orang partai komunis ditangkap Karman bersembunyi di Lubuk Waru dua hari, lalu meneruskan persembunyiannya di Astana Lopajang, yakni sebuah makam yang dikeramatkan dan terletak di atas sebuah bukit kecil yang dikelilingi hutan puring. Ia bersembunyi di Astana lopajang selama tiga puluh empat hari. Ia sempat berencana untuk lari ke kota besar namun tubuhnya sudah tak kuasa. Ia sakit-sakitan. Pada akhirnya ia ditangkap dalam keadaan sakit payah. Setelah ditahan atau diasingkan selama dua belas tahun di pulau B Karman tak tahu lagi harus pulang ke mana. Lalu ia berfikir untuk pulangke rumah sepupunya, Gono. Tak disangka di rumah Gono ia bertemu dengan anak sulungnya, Rudio. Rudio sekarang sudah remaja. Dulu saat di tinggalkan Karman ke tanah pengasingan Rudio masih berumur tujuh tahun. Rudio memberi tahu ayahnya bahwa adiknya Tono telah meninggal dan Tini tinggal di rumah ayah tirinya bersama ibunya. Tini telah mendengar kabar bahwa ayahnya telah pulang dari tanah pengasingan. Ia segera pergi ke rumah neneknya, karena Karman memang telah di sana. Ia menemui ayahnya bersama Jabir, kekasihnya. Tini sangat gembira bertemu dengan ayahnya. Namun di sisi lain ia tak tega dengan perasaan ibunya. Sebagai perempuan ia sangat mengerti perasaan ibunya saat ini. Apalagi ibunya sudah berkata bahwa ia masih sngat mencintai ayahnya itu. Marni tak tahu harus berbuat apa. Bahkan ia belum pernah berceraqi resmi dengan Karman. Namun ia tak mungkin meninggalkan parta yang telah sakitsakitan. Parta juga telah memberikannya dua orang anak. Hidupnya juga tidak pernah sengsara karena Parta sangat menyayanginya. Namun apa dikata, Marni tetap masih menyimpan perasaan cinta kepada Karman, lelaki yang telah memberi kebahagiaan tak terkira semasa muda. Sepulang dari rumah neneknya untuk menemui Karman, Tini mengajak ibunya agar menemui ayah kandungnya itu. Namun Marni masih takut dan ragu dengan apa yang akan dikatakannya nanti bila bertemu dengan Kaman. Ia pun memutuskan untuk menemui Karman dan meminta izin kepada Parta. Pertemuan antara Marni dan Karman terjadi sangat haru. Keduanya bisa saling memaklumi kondisi mereka saat ini.
Setelah kejadian itu, Tini dilamar oleh Jabir. Jabir adalah cucu dari Haji Bakir, yakni anak dari Syarifah atau Rifah dan Abdul Rahman. Meski Abdul Rahman telah meninggal dunia, tetap saja Jabir merasa sangat sungkan akan berbesanan denga Haji Bakir. Bukan karena ia pernah mencintai Rifah, ibunda Jabir. Namun karena ia pernah membenci Haji Bakir juga memaki-makinya. Haji Bakir telah melupakan semua kejadian itu dan telah memaafkan Karman. Karman merasa lega dan tidak lagi bisa melihat sesuatu dari Haji Bakir yang membuatnya pantas dibenci.
Karman sekarang telah seutuhnya berbaur dengan masyarakat desa Pegaten. Ia selalu ikut dalam kegiatan-kegiatan di desa tersebut. Salah satunya adalah membantu merenovasi masjid Haji Bakir yang telah sedikit roboh. Ia menyanggupi dengan membuat kubah dari masjid tersebut. Kubah masjid tersebut memang telah rusak, sengnya telah terlepas dari patrinya. Ia membuat kubah tersebut dengan sabar, teliti, dan sangat hati-hati. Hasilnya adalah sebuah mahkota masjid yang sempurna. Tidak ada kerutan-kerutan. Setiap sambungan terpatri rapi. Kerangkanya kokoh dengan pengelasan saksama. Leher kubah dihiasi  kaligrafi dengan teralis. Empat yat terakhir dari Surat Al-Fajr terbaca di sana:  Hai jiwa yang tentram,yang telah sampai kepada kebenaran hakiki. Klembalilah engkau kepada Tuhanmu. Maka masuklah engkau ke dalam barisan hamba-hamba-Ku. Dan masuklahnengkau ke dalam kedamaian abadi di surge-Ku.


Karman merasa sangat bahagia. Karman sudah melihat jalan kembali menuju kebersamaan dan kesetaraan dalam pergaulan. Kubah yang sederhana itu! Dalam kebisuannya, mahkota masjid itu  terasa terus mengumandangkan janji akan memberikan harga asasi kepada setiap manusia yang sadar akan kemanusiaannya.