Karya Ahmad Tohari
Oleh Qismatun Nihayah
Di sebuah desa terpencil, namanya desa Pegaten. Di desa yang terpencil itu Karman merasa sangat malu, ia merasa seperti semua orang yang berlalu lalang melihatnya dengan tatapan sinis. Memang sulit melupakan sejarah, apalagi ia pernah melukai hati masyarakat Pegaten. Karman memang sedikit senang karena ia telah dibebaskan dari tahanan politik setelah dua belas tahun lamanya ia ditahan. Namun ia tak tahu lagi harus pulang ke mana. Dahulu memang ia mempunyai istri dan tiga orang anak yang ditinggalkannya. Namun istrinya telah memutuskan untuk menikah dengan lelaki lain. Bukan karena istrinya tidak setia, namun istrinya juga terpaksa memilih untuk menikah lagi setelah lima tahun bertahan menghidupi keluarganya tanpa sosok suami. Istrinya merasa sudah tak mampu lagi membiayai biaya kehidupanya dan juga menyekolahkan ketiga anaknya. Apalagi ia juga didesak saudara-saudaranya untuk menikah lagi dan saudara-saudaranya juga sudah tidak mampu membantunya lagi. Dengan sangat berat hati ia menulis surat untuk meminta izin kepada Karman untuk menikah lagi. Hati Karman sangat terguncang saat menerima surat Marni, semangat hidupnya nyaris runtuh. Ia tak mau makan, tubuhnya kurus kering. Namun akhirnya ia sadar jika ia terus begitu maka ia akan menghancurkan dirinya sendiri.
Oleh Qismatun Nihayah
Di sebuah desa terpencil, namanya desa Pegaten. Di desa yang terpencil itu Karman merasa sangat malu, ia merasa seperti semua orang yang berlalu lalang melihatnya dengan tatapan sinis. Memang sulit melupakan sejarah, apalagi ia pernah melukai hati masyarakat Pegaten. Karman memang sedikit senang karena ia telah dibebaskan dari tahanan politik setelah dua belas tahun lamanya ia ditahan. Namun ia tak tahu lagi harus pulang ke mana. Dahulu memang ia mempunyai istri dan tiga orang anak yang ditinggalkannya. Namun istrinya telah memutuskan untuk menikah dengan lelaki lain. Bukan karena istrinya tidak setia, namun istrinya juga terpaksa memilih untuk menikah lagi setelah lima tahun bertahan menghidupi keluarganya tanpa sosok suami. Istrinya merasa sudah tak mampu lagi membiayai biaya kehidupanya dan juga menyekolahkan ketiga anaknya. Apalagi ia juga didesak saudara-saudaranya untuk menikah lagi dan saudara-saudaranya juga sudah tidak mampu membantunya lagi. Dengan sangat berat hati ia menulis surat untuk meminta izin kepada Karman untuk menikah lagi. Hati Karman sangat terguncang saat menerima surat Marni, semangat hidupnya nyaris runtuh. Ia tak mau makan, tubuhnya kurus kering. Namun akhirnya ia sadar jika ia terus begitu maka ia akan menghancurkan dirinya sendiri.
Karman
muda adalah seorang yang baik, rajin, juga taat pada agama. Ia mencintai seorang
gadis bernama Rifah, anak seorang haji kaya raya, yakni Haji Bakir. Sewaktu
kecil sampai Karman remaja, ia bekerja di rumah Haji bakir juga menjadi teman
main Rifah. Seiring berjalannya waktu tidak disadari bahwa ia mencintai Rifah.
Namun sayang ia terlambat. Rifah telah dipersunting oleh Abdul Rahman. Ia
sangat kecewa kepada Haji Bakir karena telah menolak lamarannya. Juga datangnya
Margo dan Triman yang memprovokasi Karman bahwa Haji Bakir memang jahat, karena
lebih memilih Abdul Rahman yang juga keturunan dari orang kaya yang setara
dengan Rifah. Karman semakin membenci Haji Bakir. Inilah titik awal Karman
terpengaruh oleh ajaran Margo dan Triman. Ia yang dulunya taat pada agama dan
sering beribadah dimasjidnya Haji Bakir menjadi tak mau lagi beribadah di
masjid itu. Ia lebih memilih ke masjid lain. Lama kelamaan ia meninggalkan
perintah agamanya. Ia telah masuk dalam anggota partai komunis. Menurut
pamahamannya bahwa kemiskinan rakyat disebabkan oleh sistem kemasyarakatan yang
tidak adil, karena miskin mereka jadi bodoh dan lemah. Selanjutnya, kebodohan
kembali melahirkan kemiskinan. Dengan demikian, kemiskinan, kebodohan serata
kelemahan telah membentuk rantai tertutup sehingga terjadilah lingkaran
setanyang tidak bisa lagi dilihat ujung pangkalnya, dan kelas penindas
menggunakan agama sebagai candu untuk meninabobokkan orang-orang tertindas agar
terlena dan tidak menuntut hak-hak sosial mereka. Karman juga sampai pernah
menghancurkan bambu tempat air untuk
orang-orang berwudlu. Karman sudah sangat menjadi pengikut Margo dan Triman. Ia
jadi sangat dibenci masyarakat. Namun istrinya, Marni yang taat pada agama tak
pernah mempermasalahkan karman yang sudah tidak pernah beribadah. Mereka tetap hidup
bahagia bersama.
Saat
orang-orang partai komunis ditangkap Karman bersembunyi di Lubuk Waru dua hari,
lalu meneruskan persembunyiannya di Astana Lopajang, yakni sebuah makam yang
dikeramatkan dan terletak di atas sebuah bukit kecil yang dikelilingi hutan
puring. Ia bersembunyi di Astana lopajang selama tiga puluh empat hari. Ia
sempat berencana untuk lari ke kota besar namun tubuhnya sudah tak kuasa. Ia
sakit-sakitan. Pada akhirnya ia ditangkap dalam keadaan sakit payah. Setelah
ditahan atau diasingkan selama dua belas tahun di pulau B Karman tak tahu lagi
harus pulang ke mana. Lalu ia berfikir untuk pulangke rumah sepupunya, Gono.
Tak disangka di rumah Gono ia bertemu dengan anak sulungnya, Rudio. Rudio
sekarang sudah remaja. Dulu saat di tinggalkan Karman ke tanah pengasingan
Rudio masih berumur tujuh tahun. Rudio memberi tahu ayahnya bahwa adiknya Tono
telah meninggal dan Tini tinggal di rumah ayah tirinya bersama ibunya. Tini
telah mendengar kabar bahwa ayahnya telah pulang dari tanah pengasingan. Ia
segera pergi ke rumah neneknya, karena Karman memang telah di sana. Ia menemui
ayahnya bersama Jabir, kekasihnya. Tini sangat gembira bertemu dengan ayahnya.
Namun di sisi lain ia tak tega dengan perasaan ibunya. Sebagai perempuan ia
sangat mengerti perasaan ibunya saat ini. Apalagi ibunya sudah berkata bahwa ia
masih sngat mencintai ayahnya itu. Marni tak tahu harus berbuat apa. Bahkan ia
belum pernah berceraqi resmi dengan Karman. Namun ia tak mungkin meninggalkan
parta yang telah sakitsakitan. Parta juga telah memberikannya dua orang anak.
Hidupnya juga tidak pernah sengsara karena Parta sangat menyayanginya. Namun
apa dikata, Marni tetap masih menyimpan perasaan cinta kepada Karman, lelaki
yang telah memberi kebahagiaan tak terkira semasa muda. Sepulang dari rumah
neneknya untuk menemui Karman, Tini mengajak ibunya agar menemui ayah
kandungnya itu. Namun Marni masih takut dan ragu dengan apa yang akan
dikatakannya nanti bila bertemu dengan Kaman. Ia pun memutuskan untuk menemui
Karman dan meminta izin kepada Parta. Pertemuan antara Marni dan Karman terjadi
sangat haru. Keduanya bisa saling memaklumi kondisi mereka saat ini.
Setelah
kejadian itu, Tini dilamar oleh Jabir. Jabir adalah cucu dari Haji Bakir, yakni
anak dari Syarifah atau Rifah dan Abdul Rahman. Meski Abdul Rahman telah
meninggal dunia, tetap saja Jabir merasa sangat sungkan akan berbesanan denga
Haji Bakir. Bukan karena ia pernah mencintai Rifah, ibunda Jabir. Namun karena
ia pernah membenci Haji Bakir juga memaki-makinya. Haji Bakir telah melupakan
semua kejadian itu dan telah memaafkan Karman. Karman merasa lega dan tidak
lagi bisa melihat sesuatu dari Haji Bakir yang membuatnya pantas dibenci.
Karman
sekarang telah seutuhnya berbaur dengan masyarakat desa Pegaten. Ia selalu ikut
dalam kegiatan-kegiatan di desa tersebut. Salah satunya adalah membantu
merenovasi masjid Haji Bakir yang telah sedikit roboh. Ia menyanggupi dengan
membuat kubah dari masjid tersebut. Kubah masjid tersebut memang telah rusak,
sengnya telah terlepas dari patrinya. Ia membuat kubah tersebut dengan sabar,
teliti, dan sangat hati-hati. Hasilnya adalah sebuah mahkota masjid yang
sempurna. Tidak ada kerutan-kerutan. Setiap sambungan terpatri rapi.
Kerangkanya kokoh dengan pengelasan saksama. Leher kubah dihiasi kaligrafi dengan teralis. Empat yat terakhir
dari Surat Al-Fajr terbaca di sana: Hai jiwa yang tentram,yang telah sampai kepada
kebenaran hakiki. Klembalilah engkau kepada Tuhanmu. Maka masuklah engkau ke
dalam barisan hamba-hamba-Ku. Dan masuklahnengkau ke dalam kedamaian abadi di
surge-Ku.
Karman
merasa sangat bahagia. Karman sudah melihat jalan kembali menuju kebersamaan
dan kesetaraan dalam pergaulan. Kubah yang sederhana itu! Dalam kebisuannya,
mahkota masjid itu terasa terus
mengumandangkan janji akan memberikan harga asasi kepada setiap manusia yang
sadar akan kemanusiaannya.
Good :)
BalasHapus