Senin, 12 Januari 2015

Super Mom




Ibu adalah inspirasi bagiku. Aku dibesarkan oleh seorang Ibu yang tangguh tanpa mengeluh. Aku diajari untuk menjadi wanita yang kuat meskipun tumbuh tanpa seorag Ayah. Aku selalu menuruti apa kata Ibu. Ibu selalu menasihatiku “Jadi perempuan itu harus legowo, manut sama lelaki. Nanti kalo kamu punya suami jangan sekali-kali membangkangnya”. Itu kalimat yang selalu terngiang di pikiranku hingga aku sekarang dewasa. Aku tak pernah mempermasalahkan tidak mempunyai serang Ayah. Toh aku bisa tumbuh normal seperti teman-temanku yang lain. Tapi, pernah aku sekali menanyakan perihal ayah kepada Ibu, namun wajah Ibu menjadi suram dan menyedihkan. Sangat tak enak dipandang. Itu sebabnya aku tak lagi-lagi menanyakannya kepada Ibu, karena aku tak ingin melihat murung wajah Ibu. Tapi setelah aku dewasa sekarang aku semakin penasaran dengan keadaaan Ayahku. Aku mulai menelisik, mencari tahu tentang Ayah. Mulai dari membongkar-bongkar album Ibu saat masih muda, bertanya-tanya kepada Nenek sampai  bertanya kepada Tante Fani teman Ibu dari kecil. Tapi aku masih belum mendapat jawaban yang jelas dari mereka. Katanya Ibu wanita yang hebat, lelaki bodoh telah meninggalkan Ibu tanpa sebab. Aku mulai lelah mencari informasi tentang Ayah.
Belakangan Ibu mengetahui aku sedang dekat dengan lelaki. Ia mulai terus menanyaiku tentang lelaki yang sedang dekat denganku. Aku tetap mencoba merahasiakannya dari Ibu. Mungkin Ibu mengira bahwa itu kekasihku, padahal tidak. Ia adalah Dani, teman SMAku. Aku mulai dekat dengannya saat aku belajar bersama di rumahnya. Aku membuka suatu album tua di rumahnya, dan aku menemukan sebuah foto yang cukup mengagetkanku. Aku melihat dua perempuan dan satu lelaki, aku tahu bahwa salah satu perempuan di foto tersebut adalah Ibuku. Lalu aku menanyakan kepada Dani mengenai foto tersebut. Ternyata perempuan yang satunya lagi adalah Ibunya Dani. Maklum saja aku tak tahu. Selama ini aku tak pernah melihat Ibu Dani. Pasalya setiap aku di rumahnya, Ibunya selalu tak berada di rumah. Lalu aku meminta bantuan kepada Dani untuk menanyakan mengenai Ibuku kepada Ibunya. Ternyata Ibuku adalah sahabat dekat Tante Ana, Ibunya Dani.
Aku mulai sering main ke rumah Dani dan mendekati Ibunya. Aku tak mengaku sebagai anak Bu Mia, yakni ibuku juga teman lama ibu Dani. Ia mulai bercerita banyak tentang Ibu layaknya curhat dengan temannya sendiri. Lalu aku mengetahui bahwa lelaki di foto itu adalah bekas kekasih Ibu yang dulu juga sahabat Tante Ana. Aku merasa mulai menemukan jalan untuk mengetahui Ayahku.
“Mia itu orangnya polos, baik, ceria. Pantas banyak pria menyukainya. Tapi sayang, ia memilih lelaki yang salah.” Tante Ana memulai bercerita
“Apa yang salah dengan suaminya? Saya lihat di foto, suami Bu Mia juga pria yang baik.” Pancingku
“Jangan tertipu dengan tampang nak, sekarang banyak sekali wajah-wajah lelaki polos namun aslinya jahat, kamu pandai-pandailah bergaul. Jangan sembarangan memilih teman lho.”
Ia terdiam sebentar lalu melanjutkan lagi ceritanya.
“Kadang aku masih merasa bersalah karena dulu membiarkan Mia memilih lelaki yang salah, tapi apa boleh buat. Aku tak tahu apa-apa saat itu. Tak sepantasnya ia mendapat lelaki seperti itu. Kasih sayangnya tulus, tapi tak dibalas seperti apa yang telah ia berikan.” Lanjutnya sambil menitikkan air mata.
Aku melihat ada penyesalan dari raut wajah Tante Ana. Aku semakin penasaran dengan cerita Tante Ana dan terus mengulik-ulik cerita tentang Ayah. Dan aku tercengang setelah mendengar cerita lengkapnya Tante Ana. Ayahku telah mempunyai banyak simpanan. Katanya ia hanya memanfaatkan harta Ibuku. Ibuku memang wanita yang polos. Ia memberikan segalanya yang diminta oleh Ayah. Sampai harta Ibu terkuras. Lalu Ibu ditinggal dengan perempuan lain. Kata Tante Ana, ibu adalah sosok perempuan yang legowo. Selalu menerima dengan lapang hati, hingga ia dibodohi oleh lelaki.
Aku mulai memberontak dalam hati dan ingin membantah ibu, bahwa jadi perempuan itu harus legowo katanya. Aku tak setuju pernyataan itu. Menurutku itu hanya membuat perempuan akan selalu lemah. Contohnya saja Ibu, ia gampang saja dibodohi oleh lelaki. Meskipun aku sangat membenci Ayah, tapi aku juga ingin marah dengan Ibu. Kenapa ia begitu lemah dan tidak memberontak kepada Ayah saat itu. Dan kembali aku berpikir lagi. Ibu, sosok yang lemah menurutku. Bukan! Ia sosok yang kuat, mana mungkin perempuan lemah bisa bertahan sehebat ini hingga membesarkanku tanpa didampingi seorang suami. Kini aku tahu sebabnya mengapa Ibu selalu melindungiku berlebihan jika aku dekat dengan seorang lelaki.
Lalu aku pulang, ingin segera mendekap erat Ibu. Aku tak butuh seorang Ayah lagi. Aku cukup dengan seorang ibu yang selalu sabar membimbingku. Sesampainya di rumah aku peluk Ibu, dan ibu terheran.
“Kamu kenapa Nak?”
“Aku rindu Ibu” jawabku berkaca-kaca
“Ibu.. apakah Ibu tidak merindukan sosok lelaki untuk mendampingi ibu?” tanyaku pelan
“Tidak. Cukup melihatmu tumbuh dewasa dan bahagia itu cukup buat Ibu. Apakah kau kurang bahagia dengan keadaan seperti ini Nak?” Tanya Ibu
“Aku sudah sangat bahagia mempunyai Ibu yang hebat” jawabku dengan seulas senyum.
10 November 2014 
Q.N

Tidak ada komentar:

Posting Komentar