Ibu adalah inspirasi bagiku. Aku
dibesarkan oleh seorang Ibu yang tangguh tanpa mengeluh. Aku diajari untuk
menjadi wanita yang kuat meskipun tumbuh tanpa seorag Ayah. Aku selalu menuruti
apa kata Ibu. Ibu selalu menasihatiku “Jadi perempuan itu harus legowo, manut
sama lelaki. Nanti kalo kamu punya suami jangan sekali-kali membangkangnya”.
Itu kalimat yang selalu terngiang di pikiranku hingga aku sekarang dewasa. Aku
tak pernah mempermasalahkan tidak mempunyai serang Ayah. Toh aku bisa tumbuh
normal seperti teman-temanku yang lain. Tapi, pernah aku sekali menanyakan
perihal ayah kepada Ibu, namun wajah Ibu menjadi suram dan menyedihkan. Sangat
tak enak dipandang. Itu sebabnya aku tak lagi-lagi menanyakannya kepada Ibu,
karena aku tak ingin melihat murung wajah Ibu. Tapi setelah aku dewasa sekarang
aku semakin penasaran dengan keadaaan Ayahku. Aku mulai menelisik, mencari tahu
tentang Ayah. Mulai dari membongkar-bongkar album Ibu saat masih muda,
bertanya-tanya kepada Nenek sampai
bertanya kepada Tante Fani teman Ibu dari kecil. Tapi aku masih belum
mendapat jawaban yang jelas dari mereka. Katanya Ibu wanita yang hebat, lelaki
bodoh telah meninggalkan Ibu tanpa sebab. Aku mulai lelah mencari informasi
tentang Ayah.
Belakangan Ibu mengetahui aku sedang
dekat dengan lelaki. Ia mulai terus menanyaiku tentang lelaki yang sedang dekat
denganku. Aku tetap mencoba merahasiakannya dari Ibu. Mungkin Ibu mengira bahwa
itu kekasihku, padahal tidak. Ia adalah Dani, teman SMAku. Aku mulai dekat
dengannya saat aku belajar bersama di rumahnya. Aku membuka suatu album tua di
rumahnya, dan aku menemukan sebuah foto yang cukup mengagetkanku. Aku melihat
dua perempuan dan satu lelaki, aku tahu bahwa salah satu perempuan di foto
tersebut adalah Ibuku. Lalu aku menanyakan kepada Dani mengenai foto tersebut.
Ternyata perempuan yang satunya lagi adalah Ibunya Dani. Maklum saja aku tak
tahu. Selama ini aku tak pernah melihat Ibu Dani. Pasalya setiap aku di
rumahnya, Ibunya selalu tak berada di rumah. Lalu aku meminta bantuan kepada
Dani untuk menanyakan mengenai Ibuku kepada Ibunya. Ternyata Ibuku adalah
sahabat dekat Tante Ana, Ibunya Dani.
Aku mulai sering main ke rumah Dani dan
mendekati Ibunya. Aku tak mengaku sebagai anak Bu Mia, yakni ibuku juga teman
lama ibu Dani. Ia mulai bercerita banyak tentang Ibu layaknya curhat dengan
temannya sendiri. Lalu aku mengetahui bahwa lelaki di foto itu adalah bekas
kekasih Ibu yang dulu juga sahabat Tante Ana. Aku merasa mulai menemukan jalan
untuk mengetahui Ayahku.
“Mia itu orangnya polos, baik, ceria.
Pantas banyak pria menyukainya. Tapi sayang, ia memilih lelaki yang salah.” Tante
Ana memulai bercerita
“Apa yang salah dengan suaminya? Saya
lihat di foto, suami Bu Mia juga pria yang baik.” Pancingku
“Jangan tertipu dengan tampang nak,
sekarang banyak sekali wajah-wajah lelaki polos namun aslinya jahat, kamu
pandai-pandailah bergaul. Jangan sembarangan memilih teman lho.”
Ia terdiam sebentar lalu melanjutkan
lagi ceritanya.
“Kadang aku masih merasa bersalah
karena dulu membiarkan Mia memilih lelaki yang salah, tapi apa boleh buat. Aku
tak tahu apa-apa saat itu. Tak sepantasnya ia mendapat lelaki seperti itu.
Kasih sayangnya tulus, tapi tak dibalas seperti apa yang telah ia berikan.”
Lanjutnya sambil menitikkan air mata.
Aku melihat ada penyesalan dari raut
wajah Tante Ana. Aku semakin penasaran dengan cerita Tante Ana dan terus
mengulik-ulik cerita tentang Ayah. Dan aku tercengang setelah mendengar cerita
lengkapnya Tante Ana. Ayahku telah mempunyai banyak simpanan. Katanya ia hanya
memanfaatkan harta Ibuku. Ibuku memang wanita yang polos. Ia memberikan
segalanya yang diminta oleh Ayah. Sampai harta Ibu terkuras. Lalu Ibu ditinggal
dengan perempuan lain. Kata Tante Ana, ibu adalah sosok perempuan yang legowo.
Selalu menerima dengan lapang hati, hingga ia dibodohi oleh lelaki.
Aku mulai memberontak dalam hati dan
ingin membantah ibu, bahwa jadi perempuan itu harus legowo katanya. Aku tak
setuju pernyataan itu. Menurutku itu hanya membuat perempuan akan selalu lemah.
Contohnya saja Ibu, ia gampang saja dibodohi oleh lelaki. Meskipun aku sangat
membenci Ayah, tapi aku juga ingin marah dengan Ibu. Kenapa ia begitu lemah dan
tidak memberontak kepada Ayah saat itu. Dan kembali aku berpikir lagi. Ibu,
sosok yang lemah menurutku. Bukan! Ia sosok yang kuat, mana mungkin perempuan
lemah bisa bertahan sehebat ini hingga membesarkanku tanpa didampingi seorang
suami. Kini aku tahu sebabnya mengapa Ibu selalu melindungiku berlebihan jika
aku dekat dengan seorang lelaki.
Lalu aku pulang, ingin segera mendekap
erat Ibu. Aku tak butuh seorang Ayah lagi. Aku cukup dengan seorang ibu yang
selalu sabar membimbingku. Sesampainya di rumah aku peluk Ibu, dan ibu
terheran.
“Kamu kenapa Nak?”
“Aku rindu Ibu” jawabku berkaca-kaca
“Ibu.. apakah Ibu tidak merindukan
sosok lelaki untuk mendampingi ibu?” tanyaku pelan
“Tidak. Cukup melihatmu tumbuh dewasa
dan bahagia itu cukup buat Ibu. Apakah kau kurang bahagia dengan keadaan
seperti ini Nak?” Tanya Ibu
“Aku sudah sangat bahagia mempunyai Ibu
yang hebat” jawabku dengan seulas senyum.
10 November 2014
Q.N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar