Senin, 12 Januari 2015

Ulasan Antologi Cerpen "perempuan Berlipstik Kapur"



Judul                : Perempuan Berlipstik Kapur
Pengarang        : Esti Nuryani Kasam
Tahun Terbit     : 2012
Oleh                  : Qismatun Nihayah
 

Mengupas segala kehidupan yang dialami perempuan memang seringkali mendapati kenyataan yang mengiris hati. Esti Nuryani Kasam menyuguhkan cerita yang mengandung beragam pelajaran tentang kekuatan jiwa perempuan yang bisa dijadikan sebagai pengajaran dalam mengarungi kehidupan. Ia juga menyinggung kejamnya zaman yang terus menguji ketegaran hati para perempuan. Dengan bahasa yang sederhana namun menyimpan sejuta makna ia kemas dalam cerita pendek (cerpen) dalam buku ini. Esti Nuryani Kasam memperlihatkan kepekaan yang tinggi terhadap berbagai persoalan kehidupan sekitarnya, tidak hanya persoalan pribadi tapi juga persoalan sosial. Dalam buku kumpulan cerpen “Perempuan Berlipstik Kapur” ini terdapat empat belas judul cerpen.
Esti Nuryani Kasam menceritakan betapa beratnya menjadi perempuan masa kini yang tak mampu bertarung dengan kerasnya arus zaman yang semakin kejam. Dalam judul cerpennya yang pertamanya, yakni “Rimpang” ia menegaskan bahwa perempuan memang harus lebih pandai agar tidak terkalahkan oleh waktu yang terus mengujinya. Tidak hanya pandai, setidaknya perempuan harus menyiapkan mental jika saja ia tidak bisa bertahan dalam zaman yang semakin keras ini. Dalam cerpen tersebut ia menceritakan seorang perempuan yang kalah dengan perkembangan zaman. Dalam cerpen tersebut ia menceritakan ketabahan seorang ibu yang terkalahkan oleh anak-anaknya yang telah maju pada peradaban zaman sekarang.  Sebenarnya ia tidak gagal mendidik anak-anaknya. Bahkan anak-anaknya sukses menjadi apa yang mereka inginkan. Sayangnya  kesuksesan yang dicapai anak-anaknya tidak seperti yang ia inginkan.  Ia hanya menginginkan anak-anaknya sukses dan masih tinggal bersamanya. Tetapi ketiga anaknya pergi entah kemana. Pergi sesuka hati mereka. Mereka merasa telah menemukan dunia mereka sendiri. Ada yang merantau ke Bali, berguru disana dan berharap menjadi pelukis sukses. Ada yang sukanya mendaki gunung tanpa memberitahu pulangnya kapan, terkadang sampai berbulan-bulan. Ibunya tak pernah mengerti apa yang dimaksud sukses di mata mereka. Ibunya bahkan tak pernah merasakan kesuksesan mereka. Yang ia tahu dari teman-teman anaknya, anaknya orang yang aktif, berprestasi, dan  disayangkan jika jalan anak-anaknya dihalangi. Ia hanya tertunduk diam. Ia pernah sekali menasihati anaknya agar tetap tinggal bersamanya dan meninggalkan rutinitas mereka yang sedikit membahayakan. Ibunya lebih senang jika ia memiliki anak yang biasa-niasa saja tapi tetap ada disamping ibunya dan ada jika dibutuhkan ibunya. Tapi mereka membantah dengan alasan bahwaa di zaman sekarang orang harus berjuang untuk maju, dan tidak hanya melakukan itu-itu saja. Mereka juga mengatakan bahwa ibunya tidak bisa mengerti anak muda di zaman sekarang yang harus terus maju. Ibunya dianggap masih mengikuti paradigma lama yang harus diperbarui sesuai zamannya. Katanya di zaman sekarang harus menjadi pribadi pemberani, mandiri, dan aktif. Jika ia hanya mengikuti seperti ibunya ia pantas hidup sebelum Kartini lahir, yakni sebagai generasi puritan. Anak-anaknya begitu pandai membantah hingga meluluh lantakkan perasaan ibunya. Ia hanya bisa diam dan mengasihani dirinya sendiri.
Dalam buku tersebut juga diceritakan begitu pekanya perasaan perempuan. Ia bisa merasakan sesuatu yang terjadi hanya dari instingnya. Perempuan bisa sabar, sekalipun ia telah dikecewakan. Tapi perempuan juga pantas mengambil tindakan tegas ketika ia telah benar-benar tak mampu membendung kekecewaan. Dalam cerpennya yang berjudul “Selingkuh itu Indah” Esti Nuryani Kasam menceritakan bagaimana perempuan merasakan dengan instingnya saat suaminya berkhianat. Sekalipun sang suami tak pernah memperlihatkan ataupun berubah sikap saat ia berselingkuh. Juga diceritakan bagaimana perempuan menyikapi kekecewaan yang tak terbendung dengan meninggalkan suaminya dengan menyibukkan diri dengan bekerja sembari memberi kesempatan kepada suaminya agar menceraikannya tanpa mengatakan hal yang dapat menyakiti suaminya.
Esti Nuryani Kasam juga menceritakan betapa kuatnya perempuan menghadapi kerasnya kehidupan. Ia perihatin dengan kaumnya yang sering kali tersiksa di negeri orang. Seolah belum kering luka terdalam masa lalu tentang kaumnya yang terkubur di perut bumi. Namun ia tak henti berjuang agar kaumya tak lagi tertindas. Ia menceritakannya dalam cerpen yang berjudul “Aku, Perempuan Gunungkidul”.
Di zaman yang semakin keras ini memang dibutuhkan orang-orang kuat dan mau melakukan perubahan agar tidak tertinggal. Esti Nuryani Kasam menceritakan dalam cerpennya yang berjudul “Perempuan Berlipstik Kapur”. Di dalamnya bercerita tentang perempuan penambang kapur yang tegar menghadapi kerasnya hidup di daerah tandus gunung kapur. Ia tinggal di rumah kecil, di sebuah kabupaten gersang, miskin, kurang air, dan banyak tragedi gantung diri. Namun semua keadaan yang tidak mendukung tersebut ia tetap mengupayakan perubahan agar di desanya tak lagi tertinggal. Sayangnya ia meninggal di tengah perjuangannya mengumpulkan kapur. Ia tertimpa longsor yang begitu dahsyat. Di akhir khayatnya ia di kenang di masyarakat sebagai perempuan yang menginspirasi kaumnya.
Dalam kumpulan cerpen “Perempuan Berlipstik Kapur” ini seolah mengajak menjelajah batin perempuan melalui kekuatan narasinya. Esti Nuryani Kasam sangat fasih memotret keadaann perempuan dan permasalahannya. Lewat kata-kata dan simbol-simbol yang kaya unsur lokal, cerpen-cerpen dalam buku “Perempuan Berlipstik Kapur” bisa menjadi bara bagi perempuan untuk senantiasa memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini terpasung. Tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut merupakan kesaksian perempuan yang telah memiliki kesadaran gender. Buku tersebut mengangkat masalah dan harapan  hidup perempuan desa di tengah kekuasaan budaya patriarkhi. Buku “Perempuan Berlipstik Kapur” sangat menyentuh dan inspiratif, membuka hati kita untuk lebih memaknai, menghargai, dan menghormati kaum perempuan dan kehidupan.

1 komentar:

  1. Vint Ceramic Art | TITNIA & TECHNOLOGY
    Explore gri-go.com an all new “Vint Ceramic Art” project mens titanium wedding bands on TITNIA & TECHNOLOGY. Our wooricasinos.info team of sculptors and artists have https://septcasino.com/review/merit-casino/ created new and

    BalasHapus